About me

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Instagram: @dewikusumapratiwi Facebook: https://www.facebook.com/dewi.kusumapratiwi

Kamis, 18 Juli 2013

Latar Belakang dan Motivasiku Naik Gunung

Dulu aku paling males naik gunung karena udah capek2 dan susah2 jalan naik, keindahan yang kita nikmati hanya sementara. Udah gitu, idungku suka sakit kalau di ketinggian. Meski kaderisasi2 ekstrakurikuler di SMAku banyak yang diadakan di Puncak (yang hampir aku ikuti setiap tahun adalah OSIS, Rohis, dan Paskibra), biasanya di Bogor atau Sukabumi.

Pertama Hiking Sampai Puncak (Tangkuban Perahu)
Pada saat tingkat III, aku diajak geng gong (geng yang pernah aku ceritakan sebelumnya) naik gunung Tangkuban Perahu via Jaya Giri, di mana jaraknya sekitar 11 KM. Sekitar 5 jam kami menempuh perjalanan hiking di sana. Saat itu ada 7 ikhwan, sedangkan akhwatnya ada aku, Siti, dan Pipit. Siti memang wanita tangguh, dia gak pernah ngeluh, barangnya dibawa sendiri, jalannya paling cepet dan gak pernah nyusahin ikhwan2nya, meski sebenernya dia gak terlalu interest naik gunung. Sedangkan aku dan Pipit paling nyusahin yang lain. Tas minta dibawain, udah gitu sering2 minta ditarik. Haha. Semales itu aku naik gunung. Bahkan setelah itu, Pipit kapok dan gak pernah mau lagi naik gunung apapun lagi.

Demotivasi yang Memotivasi
Namun, suatu saat aku mendapatkan sindiran dari seseorang (yang membuatku merasa tertantang), katanya aku lemah, katanya aku gak mungkin bisa naik gunung, katanya aku gak mungkin bisa ikutan bacpackeran, dan aku merasa sangat diremehkan. Kenapa kata2 seseorang itu berpengaruh buat aku? Itu ada ceritanya sendiri, yang pasti saat itu juga, kolerisku muncul dan menjadi sangat dominan. “Oke, gue buktiin kalau gue adalah wanita yang kuat”.

Gara-gara Film 5 cm
Setelah itu, muncullah film 5 cm. Aku nonton bareng geng gong. Seperti yang lainnya, aku ingin muncak di Semeru. Tapi lagi2, geng aku bukan type yang sukia naik gunung, ikhwannya gak ada yang berani tanggung jawab jagain akhwatnya. Oke, aku bisa mengerti, setiap orang punya kapasitas.
Lalu, aku pun nekat mengajak teman2 aku yang lainnya, geng sebelah, temen2 organisasi luar kampus, temen2 himpunan, dll. Ada yang menyepakati namun akhirnya hanya menjadi wacana. Dan di antara mereka ada yang berpesan, “Dew, kalau mau naik Semeru, naik dulu gunung2 yang lebih kecil , misalnya Papandayan atau Manglayang, Ciremai, baru ke Semeru”. Mereka memang tahu kalau aku belum pernah naik gunung sebelumnya selain “gunung2an” seperti Tangkuban. “Gunung2an”? Iya, karena saat mereka nanya, “udah pernah naik gunung apa?” Ketika aku jawab “Tangkuban”, mereka ketawain aku. -_- Padahal naik Tangkuban aja capek. Huhuhu.


Latihan Hiking Lagi (Tangkuban Perahu)
Pada awal liburan semester VII, aku menjadi panitia suatu acara latihan kepemimpinan, di mana out bond nya hiking Gunung Tangkuban Perahu via Villa Istana Bunga. Waktu itu kami menempuh perjalanan sekitar 6-9 jam. 6 jam itu rombongan peserta yang disuruh lari. 9 jam itu tim sweeper yang kesasar. Karena naiknya bersama sahabat2 (kebetulan semua panitianya adalah sahabat2ku, dari geng Tazzam), maka aku semangat dan gak kerasa lelah sampai post terakhir out bond kami. Ohya, sebelum menuju post terakhir, aku sempat minta istirahat karena pusing banget. Waktu itu dompet aku ilang dan kepikirannya sampai jadi pusing beneran. Saat itu aku masih gak mau ngaku sama temen2ku. Aku hanya bilang, “aku mau istirahat”. Terus Setyo nyelethuk, “katanya mau naik Semeru, masa’ gini aja minta istirahat?”. Memang dasar koleris, ketika dicela aku akan bangkit dan aku pun jalan kembali. Namun  aku masih tetap memikirkan dompet yang hilang itu karena kondisinya setelah turun Tangkuban aku mau langsung pulang ke Jakarta, sedangkan di dompet ada sejumlah uang yang lumayan, ATM dan semua ID cardku juga di sana. Hingga aku benar2 merasa pusing, aku minta istirahat lagi. Kemudian ada yang nanya, “kenapa sih, Dew?”. Kemudian aku ngaku, “dompet aku ilang”. Saat itu wulan bilang, “udah, kasih aja, Ma, kasian…”. Daaaaannnnn, ternyata diumpetin lah sama mereka. -_- Mereka bilang mau ngasih surprise aku di puncak nanti. Huhuhu, so sweet lah mereka, aku jadi nyesel dan malu sendiri. “Jadi, semangatku masih materialism dong, bukan semangat karena Allah”. Astaghfirullah. Dan bener, saat itu juga rasa pusingku hilang. Haha. Di post terakhir, kami mendapatkan hadits penyemangat karena setelahnya kami melewati medan yang cukup sulit di gunung itu. Intinya kita semua harus bersatu baik peserta maupun panitia, saling menjaga, jika 1 berhenti maka semua berhenti, jika 1 istirahat maka semua istirahat. Saat itu aku menjadi tim sweeper bersama 5 orang sahabatku (Seny, Wulan, Haris, Setyo, kak Angga). Saat itu juga gerimis turun. Panitia mendahului peserta dan beberapa kali menyambut jalannya peserta dan memberikan semangat. Hingga gerimis menjadi hujan, peserta dibawa lari oleh sang ketua acara. Sedangkan tim sweeper, entah kenapa malah jadi lamban dan kehilangan jejak mereka. Hingga kami menemukan pertigaan jalan, kami galau (kebetulan tim sweeper gak ada yang tahu jalan), kemudian kami memilih jalan yang sulit dan terjal karena jalan yang satunya nampak seperti bukan jalan gunung. Di sanalah, aku sering sekali jatuh karena aku tidak memakai sepatu hiking (yang bawahnya karet), melainkan sepatu running (licin). Saat itu juga aku menggigil karena aku tidak terbiasa dingin2an apalagi aku pernah sensitif dengan hujan dan itu perdana aku hujan2an di track yang cukup berat. Selain karena itu, jalannya memang terjal ke bawah dan licin. Hingga kami menemukan jurang dan kami menyimpulkan kalau kami salah jalan. Di sana aku hampir menyerah. Namun, di sana juga aku merasa sahabat2 aku mengkeep aku lebih dari biasanya. Entah kata sahabat itu aku ucapkan setelah melakukan perjalanan dengan mereka atau sebelumnya memang kami sudah pernah bersahabat. Namun di sana aku merasa ditarbiyahi oleh alam. Itsar mereka sangat tinggi namun itu yang membuatku kuat dan tau diri, “Gue harus bisa, gue harus kuat, karena yang lain juga kedinginan, yang lain juga lagi kesulitan, jadi gue gak boleh ngeluh dan menambah kesulitan mereka”. Dengan kekuatan Allah, muncullah strong way. Fokusku ada di “sampai puncak”. Dan perjalananpun lancar meski kami basah kuyup. Sampailah kami di puncak dengan keterlambatan sekitar 3 jam. Di sana kami ada acara penutupan kemudian kami pulang. Saat di mobil, dingin banget bo. Kami pun tertidur, dan aku merasa tidur mati banget karena tiba2 sampai di kampus. Saat bangun aku kaget dan harus segera turun, ngambil barang di sekre dan pulang dengan jalan kaki. Rasanya pusing dan berat banget, berasa udah mau pingsan, tapi aku berusaha memunculkan strong way via pikiran positif sehingga aku selamat sampai di rumah. Setelah mandi dan ganti baju, aku langsung menghubungi anggota geng BRT à “Bang Rosy Team” (Andre, setyo, Mandela, Afin, aku, Ami, Diah) karena hari itu Setyo milad (ulang tahun), lalu aku ke BIP mencari asesoris kado yang telah disiapkan Afin. Ba’da maghrib kami kumpul di The Kiosk untuk memberikan surprise untuknya. Saat itu aku merasa seperti tidak ada kejadian (kehujanan) di siangnya. Alhamdulillah aku gak sakit. J Dan aku merasa aku sudah pernah latihan naik gunung, yaitu naik gunung Tangkuban Perahu dengan kondisi basah kuyup. :-3 Dari sana juga, aku menyimpulkan bahwa “Naik gunung bukan sekedar wisata untuk menikmati keindahan, namun naik gunung adalah pembelajaran kehidupan, melatih kekuatan fisik, mental, dan social”.

Mendapatkan Tim Naik Semeru Namun Gagal
Menjelang liburan semester VII, Kampus Peduli mengadakan acara kekeluargaan di suatu villa di kaki Gunung Puntang. Di sana aku menemukan teman2 baru karena memang K-Ped sudah ada 2 angkatan saat itu sedangkan aku angkatan pra K-Ped. Acara itu membuat kami semua cukup akrab sehingga aku menemukan komunitas baru. Dan akhirnya aku mendapatkan tim untuk naik Semeru. Isinya emang cowok2 2010 namun aku hajar saja, langsung daftar. Saat itu bulan Januari dan wacananya kami naik Semeru akhir Mei. Hal itu yang membuatku semangat untuk segera mengerjakan TA. Namun pada bulan April, ketua tim, Ibut (panggilan akrab) KL2010 memberi kabar, “Dew, kayaknya kita gak jadi naik Semeru akhir Mei ini karena gue KP. Kemungkinan Agustus”. Oke, aku menjadi lebih tenang karena aku merasa masih belum cukup persiapan saat itu, terutama mental, TA juga belum beres. Namun tiba2, awal bulan Mei, Ibut nelpon dan bilang, “Dew, 31 Mei ini kita jadi naik Semeru”. Kyaaa, aku kaget banget lah. Di satu sisi, saat itu aku lagi fokus2nya ke akademik, udah gitu aku merasa gak akan sempet melakukan persiapan meski masih ada waktu 3 minggu lagi karena akhir Mei aku juga ada plan backpacker bareng geng tazzaam ke kepulauan di Lampung. Saat itu, pikiranku masih lebay, harus beli carier beserta isi2nya yang saat itu aku gak tau, isi carier untuk naik gunung tuh apa aja. Pas aku check ke counter body pack, harganya mahal banget (padahala ada versi murahnya atau bisa minjem orang lain), rasanya tabunganku gak cukup atau terlalu saying untuk membeli itu semua (ya iyalah, aku lebay). Namun di sisi lain, aku mau banget dan selama ini susah dapet tim Semeru. Saking galaunya, aku gak gerak sama sekali bahkan untuk meminta izin kepada ibu sekalipun. Hingga 2 hari setelahnya Ibut nelpon aku lagi, “Dew, minta data2 kamu buat pendaftaran dan siapkan uang 300ribu untuk bayar ke timnya”. Wah? Makin tertekan, dadakan banget. Terus aku bilang minta waktu sampai isya’ buat ngobrol sama ibu dulu. Saat itu juga, ibu aku melarang. Ibu aku tau kalau Semeru adalah gunung tertinggi di Jawa dan beliau khawatir. Aku pun berusaha melobi kemudian ibu aku bertanya siapa saja yang mau ikutan. Dan memang di antara mereka, tidak ada yang ibuku kenal karena memang mereka teman2 baruku. And the last, ibuku bilang, “kalau mau ikut, boleh tapi harus ada Fanni dkk (geng gong), Adam, Andre, atau Setyo. Seenggaknya ada Pipit”. Dengan spontan aku bilang, “bu, Pipit gak bisa naik gunung. Gak mungkin ngajakin Pipit, bu”. Kata ibu, “yaudah, yang penting ada salah satu dari yang ibu sebut tadi Karen ibu percayanya sama mereka”. Kemudian aku langsung menghubungi mereka kecuali Setyo karena aku tau saat itu Setyo sedang repot mengurusi sesuatu. Dan hasilnya nihil. Aku masih tetap memaksa, terutama Fanni. Namun emang dia yang paling jago nenangin aku, menjanjikan nanti naik bareng pas udah lulus, sehingga aku mengikhlaskannya untuk tidak ikut. Namun masih dengan berat hati, aku bilang ke Ibut kalau aku gak jadi ikutan naik Semeru karena tidak diizinkan ortu.

Secercah Harapan, bertemu dengan seorang Bibit dan Hasti
Pada kisaran waktu yang hampir sama, aku menjadi inisiator geng tazzam untuk backpacker. Pernah ada opsi ke Semeru, minimal yang gak suka naik gunung bisa berhenti di danau Ranu Kumbolo dan mengadakan acara di sana sambil camping. Namun dengan beberapa alasan dan ada nya banyak opsi, akhirnya kami memutuskan untuk backpacker ke Lampung. Salah satu dari anggota Tazzam ada yang expert naik gunung, yaitu mereka yang berasal dari komunitas Tamasya Ganesha. Langsung saat itu aku masukin 2 orang dari sana untuk menjadi tim inti backpacker Tazzam ke Lampung. Alhamdulillah, kami bisa ke 3 Pulau dan taman kupu2 dengan budget sekitar 300ribuan. So pasti bener2 model backpacker: dapet penginapan khusus gratis, makan gratis selama di sana, dan resort gratis selama di Pulau. Nanti aku ingin bercerita tentang itu di postingan selanjutnya. Dan orang2 yang ikut memang menjadi lebih dekat, hamper semua sifatnya keluar namun kami jadi saling mengerti dan semakin solid. Selama mengurusi agenda tersebut, aku banyak ngobrol dengan Hasti dan Bibit tentang gunung. Dua orang itu sering banget naik gunung dan bawa orang. Keantusiasanku membuatnya memasukkanku ke group komunitas Tamasya Ganesha. Banyak sekali jadwal naik gunung mereka. Ketika aku masuk, yang paling dekat adalah gunung Cikuray, Garut. Namun saat itu aku berhalangan naik Cikuray. Selanjutnya aku mendapatkan sms dari Ibut, “Dew, tgl 5 Juli kita mau naik Guntur, mau ikut gak?” Karena aku memang mau latihan, semua tawaran pasti aku terima. Namun ketika tanggal 5, Ibut sendiri yang berhalangan sehingga aku juga batal mengikutinya. Tapi Allah memberikan takdir yang lebih indah, aku diberikan kesempatan untuk naik Gunung Merbabu bersama tim Tamasya Ganesha. Saat itu, rencananya double summit Merbabu-Merapi berturut2 tanggal 6-9 Juli 2013. Jika dihadapkan pilihan antara Guntur dan Merapi-Merbabu, saat itu mentalku masih kelas memilih Guntur, makanya ketika Ibut bilang batal, aku galau banget mau ikutan Merapi-Merbabu atau gak. Namun, tim tamasya Ganesha memang pandai sekali memotivasi orang lain sehingga saat itu aku berbekalkan rasa nekat, bismillah aku siap2 dan minta izin. Seperti yang kemarin2, ibuku sempat melarang dan menanyakan siapa saja teman2nya. Kemudian aku berusaha menjelaskan kalau temen2 Tamasya Ganesha adalah orang2 yang udah biasa naik gunung. Hingga aku cerita sama Bibit tentang ibuku yang tidak mengizinkan, lalu bibit menjelaskan kalau spek dan safety insya allah lengkap, ada homebase gratis, jadi barang2 yang gak kepake bisa ditinggal di sana, dan ada tim expertnya. Lalu aku mencoba menjelaskan kembali ke ibuku, kemudian ibuku teryakinkan dan mengizinkanku untuk pergi.

Secercah Harapan itu adalah Tamasya Ganesha
Komunitas Tamasya Ganesha, ternyata tim mereka memanglah tim terpercaya. Mereka adalah tim yang sangat solid dan saling menjaga anggota timnya. Mereka akan selalu berusaha untuk sampai di puncak bareng, tanpa ada yang tertinggal. Satu sampai puncak, semuanya harus sampai puncak. Satu berhenti, semua harus berhenti. Mereka adalah motivator2 hebat. Mereka sudah berpengalaman mendaki gunung dengan membawa anggota2 baru bahkan yang baru naik gunung, lebih dari 10x. Itu kata para anggota yang pernah mengikutinya, dan ketika aku muncak bareng mereka, aku merasakan itu.
Tim Tamasya Ganesha, selain kekeluargaannya yang cukup erat, mereka isinya orang2 hanif (cenderung kepada kebaikan). Bahkan di salah satu visi misinya, “meskipun di gunung, kita harus tetap islami”. Insya Allah kalau muncak bareng mereka, waktu shalat tidak akan terabaikan, dan interaksi antar jenisnya pun tidak berlebihan. Namun mereka tetap solid dan saling menjaga serta saling menolong.
Dari penjelasan lambang dan visi-misi Tamasya Ganesha, yang aku tangkap:

  • Gambar gunung dan pantai mengartikan bahwa tim tersebut mewujudkan mimpi2 anggotanya untuk mengunjungi pantai atau gunung manapun dengan menjadi fasilitasor (namun selama ini banyakan ke gunung).
  • Gambar matahari terbit mengartikan setiap pendakian gunung, tujuannya adalah mengejar sunrise (dapat menikmati sunrise dari puncak).
  • Gambar burung dua ekor, depan belakang mengartikan bahwa di tim tersebut pasti ada yang mengayomi dan diayomi, ada yang menolong dan ada yang ditolong, ada yang memberi motivasi dan ada yang diberikan motivasi.
  • Gambar 5 sinar mengartikan meskipun kita berada di gunung, pantai, atau tempat wisata, kita harus tetap islami.
Aku cukup trust sama mereka meskipun baru sekali muncak bareng mereka. Sekalinya muncak bareng mereka, aku langsung bisa deket banget sama mereka dan saat itu mereka keep aku banget. Mereka mengajari aku banyak hal. Aku sangat bersyukur, Allah mempertemukan aku dengan mereka sehingga aku dapat mewujudkan mimpiku untuk naik gunung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar