About me

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Instagram: @dewikusumapratiwi Facebook: https://www.facebook.com/dewi.kusumapratiwi

Rabu, 08 November 2017

Tips Membawa Bayi Naik Gunung


Saya dan suami sama-sama memiliki hobi tracking. Saat mempunyai bayi, kami ingin sekali membawanya naik gunung. Tentu kami harus memperhatikan safety procedure. Dari jauh-jauh hari kami berdiskusi, hingga memutuskan untuk membawa Baby Zahran tracking saat ia berusia 6 bulan. Saat itu ia masih ASI eksklusif dan baru memulai serta belajar MPASI.

Mengapa saat berusia 6 bulan? Karena pada usia 6 bulan, Baby Zahran sudah mampu duduk meskipun dengan bantuan. Hal ini berarti ia sudah siap digendong menggunakan baby carrier. Saat itu kami memilih menggunakan baby carrier tipe hip seat. Pada tulisan saya kali ini, saya akan sharing tentang pengalaman kami membawa Baby Zahran yang saya rangkum langsung menjadi tips membawa bayi naik gunung.

Pertama, membentuk tim perjalanan. Idealnya, satu tim berisi sekitar tiga hingga lima orang yang bisa dipercaya. Saat membawa bayi, sebaiknya kita tidak mengikuti trip umum yang anggotanya terlalu banyak karena fokus utama saat perjalanan harus ada pada bayi. Trip umum biasanya beranggotakan lebih dari 8 orang dan belum tentu expert semua. Kebanyakan malah beranggotakan pemula yang perlu dijaga secara khusus.

Kedua, menentukan medan perjalanan dan banyak mengumpulkan referensi tentangnya. Sebaiknya pilih gunung yang medannya tidak terlalu berat dan tidak terlalu tinggi, apalagi jika perjalanan bersama bayi dilakukan pertama kali. Usahakan banyak membaca catatan perjalanan dan bertanya kepada orang yang pernah ke sana secara langsung. Sebisa mungkin, medan tracking kita ketahui gambarannya secara jelas. Referenai berpengaruh pada pembuatan itinerary.

Ketiga, membuat intinerary (rencana perjalanan). Itinerary dibuat dengan mempertimbangkan berbagai situasi dan kondisi. Jangan hanya membuat yang versi ideal saja. Masukkan kemungkinan terburuk pada itinerary, misalnya: hujan, badai, perjalanan lambat, dan lain sebagainya. Sebaiknya membuat plan A dan plan B atau beberapa plan.

Keempat, membuat list perlengkapan sesuai safety procedure naik gunung. Perlengkapan yang dilist bukan hanya perlengkapan bayi, namun juga perlengkapan tim (perlengkapan bersama) dan masing-masing anggotanya. Bukan hanya bayi yang harus memperhatikan safety procedure dalam perjalanan. Seluruh anggota tim harus memperhatikannya, meskipun mereka tergolong expert. Sebaiknya tidak ada list perlengkapan yang ditinggalkan karena berasumsi. Misalnya, "Ah, gunungnya gak tinggi ini, gak usah bawa sleeping bag lah." Atau, "Beberapa hari ini cerah, paling nanti juga cerah. Gak usah bawa ponco lah." Dan lain sebagainya. Jika perlengkapan yang tidak dibawa ternyata dibutuhkan, akan membuat sulit tim.

Kelima, repacking (packing ulang) bersama di hari H. Meeting point harus dilakukan minimal satu jam sebelum jadwal keberangkatan. Waktu tersebut digunakan untuk repacking bersama. Hal tersebut perlu dilakukan untuk memastikan semua list perlengkapan tim dan masing-masing anggota terbawa. Jika ada yang kurang, bisa dicari saat itu juga. Selain itu, repacking perlu dilakukan untuk membagi beban sesuai kesanggupan masing-masing anggota tim. Misalnya: porter tentu membawa beban barang lebih berat.

Keenam, seluruh anggota tim harus dalam kondisi fit, termasuk bayi. Jangan sampai niatnya ingin bersenang-senang, namun malah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Ibu dari bayi juga harus selalu fit. Pada saat tracking, sebaiknya ibu dari bayi tidak membawa beban terlalu berat dan tidak boleh terlalu lelah (terutama jika bayi masih ASI eksklusif), supaya produksi ASI tetap lancar. Bayi sebaiknya digendong oleh papa atau porter khusus supaya ibu bisa lebih fokus mengawasi bayi sepanjang perjalanan. Bayi ASI eksklusif sebaiknya diberikan banyak ASI supaya tidak kelaparan, tidak sakit, dan tidak kedinginan. Bayi yang sudah makan MPASI juga sebaiknya diberikan makan yang banyak.

Ketujuh, apapun yang terjadi, bayi harus tetap menjadi prioritas utama. Ibaratnya, meskipun selangkah lagi sampai di puncak gunung, jika bayi tidak memungkinkan kondisinya, maka wajib segera turun lagi. Hal tersebut dilakukan demi keselamatan bayi. Karena membawa bayi naik gunung hukan hanya sekedar untuk gaya-gayaan. Bayi bukan sekedar properti yang hanya digunakan untuk berfoto-foto.

Demikian sharing tips membawa bayi ASI naik gunung ala Mama Zahran. Mudah-mudahan bermanfaat. Baca juga List Perlengkapan Bayi Saat Naik Gunung di: http://dewikusumapratiwi.blogspot.co.id/2018/01/list-perlengkapan-bayi-saat-naik-gunung.html

Saya bisa dihubungi melalui:
Instagram: @dewikusumapratiwi

#day29 #30dayswritingchallenge #30dwcjilid9 #squad7 #fightersquad7

Selasa, 07 November 2017

Mengejarmu

Kutinggalkan keluargaku di pagi buta, demi aku tidak terkena macet jalanan. Kuabaikan pelayananku terhadap suamiku, demi aku tidak dimarahi bos. Kulupakan perhatianku terhadap anakku, demi tugas supaya aku segera naik jabatan. Ah, lagian aku gak payah-payah amat. Gajiku lebih dari cukup untuk sekedar menyewa pembantu yang dapat mengurus rumah tanggaku. Ada baby sitter profesional yang dapat menjaga anak-anakku. Juga ada daycare dan sekolah bagus yang bisa menggantikan peranku untuk mendidik anak-anakku. 

Aku senang menerima bonus, entah darimana asalnya dan apa hukumnya. Aku suka belanja dengan cicilan, asal bunganya ringan. Memang aku pernah membaca dalil tentang riba, namun kucari dalil-dalil yang dapat mematahkannya. Aku lakukan semua itu supaya aku tidak ketinggalan zaman, tidak direndahkan orang, dan demi prestise di hadapan teman-teman. Toh itu semua sudah menjadi hal umum masa kini. Merekapun melakukannya.

Al Quran usangku kini telah berdebu. Aku tidak lagi sempat menyentuhnya, apalagi membacanya. Hadir di majelis ilmu bukan lagi prioritas, karena week endku hanya untuk istirahat dan refreshing. Google menjadi andalanku untuk mencari pembenaran. Untuk shalat dhuha, aku tak ada waktu lagi seperti dahulu. Dan terlalu lelah ragaku untuk bangun shalat tahajud. Aku terlalu sibuk berlari mengejar dunia yang entah di mana ujungnya.

Wahai fatamorgana dunia,
Aku lelah
Lelah untuk terus berlari mengejarmu,
Karena kau terasa tak pernah ada ujungnya...

Yang membuatku rela melakukan dosa,
Meninggalkan kewajiban,
Mengabaikan kalam,
Bahkan menerlantarkan diriku sendiri dan orang-orang yang aku sayang...

Aku lelah
Karena hidupku ini kau atur-atur
Kau paksa aku untuk terus berlari mengejar targetmu
Padahal kaupun akan sirna jua...

Kini aku ingin mengundurkan diri dari perbudakanmu...
Karena aku ingin kembali pada-Nya yang Maha Setia...

Berlarilah mengejar akhiratmu, maka dunia akan berlari mengejarmu.
“Barangsiapa yang kehidupan akhirat menjadi tujuan utamanya, niscaya Allah akan meletakkan rasa cukup di dalam hatinya dan menghimpun semua urusan untuknya serta datanglah dunia kepadanya dengan hina. Tapi barangsiapa yang kehidupan dunia menjadi tujuan utamanya, niscaya Allah meletakkan kefakiran di hadapan kedua matanya, dan mencerai-beraikan urusannya, dan dunia tidak akan datang kepadanya, kecuali sekedar yang telah ditetapkan untuknya.” (H.R. Tirmidzi)

#day28 #30dayswritingchallenge #30dwcjilid9 #squad7 #fightersquad7 #tulisanbertema #berlari

Minggu, 05 November 2017

Wanita Karir

Banyak yang menyampaikan nasehat bahwa wanita itu harus mampu berdiri di atas kaki sendiri. Banyak orang tua yang dengan berbagai cara menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang pendidikan yang tinggi. Tak sedikit dari mereka berharap kelak anaknya menjadi tulang punggung keluarga atau paling tidak mampu berdiri dengan kakinya sendiri. Mampu berdiri dengan kaki sendiri maksudnya adalah mandiri. Kata mandiri pada umumnya adalah mandiri finansial. Jadi, wanita yang mampu berdiri di atas kakinya sendiri adalah wanita mandiri finansial. Meskipun sesungguhnya tidak sesempit itu artinya. Kita juga bisa mengartikannya sebagai berkarya. Dan kita sebut mereka sebagai wanita karir.

Tidak ada yang salah dengan wanita karir, dengan catatan wanita tersebut tidak mengabaikan tanggung jawabnya. Tidak seperti laki-laki baligh yang tanggung jawabnya adalah memimpin keluarga dan memberi nafkah keluarga. Ia memiliki tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, ibu dan saudara-saudara perempuannya jika tidak mampu, dan istri serta anak-anaknya jika sudah menikah. Tanggung jawab laki-laki bisa berhubungan dengan karir. Sedangkan tanggung jawab wanita yang belum menikah adalah berbakti kepada kedua orang tuanya. Dan tanggung jawab wanita yang sudah menikah adalah memelihara dan mendidik anak-anaknya, serta mengatur urusan rumah tangga. Tidak ada hubungannya dengan karir.

Jika seorang wanita memutuskan untuk berkarir, selain tidak mengabaikan tanggung jawabanya, sebaiknya ia tetap memperhatikan adab-adab sebagai wanita. Ia harus tetap menjaga kehormatannya dan tidak mengundang fitnah. Adab-adab wanita di luar rumah tentunya ada bahasannya sendiri. Hal tersebut bukan untuk mempersulit wanita, namun untuk membuatnya terjaga.

Jika seorang wanita tidak mampu untuk tidak mengabaikan tanggung jawabnya dan memperhatikan adab-adabnya saat di luar rumah, lebih baik ia tinggal di rumah saja. Bukan berarti hanya diam di rumah. Wanita tidak dilarang untuk berkarya. Selain di luar rumah, ia juga bisa berkarya di rumah. Beberapa contohnya, antara lain: membuka toko offline, menjalankan online shop, menulis buku, menjadi blogger, dan lain sebagainya. Namun semua itu tetap harus dilakukan tanpa mengabaikan tanggung jawab utamanya.

Wallahu 'alam bi shawab.

#30dayswritingchallenge #30dwcjilid9 #squad7 #fightersquad7 #tulisan #nonfiksi #tulisanbertema #berdiri

Jumat, 03 November 2017

Menghapus Jejakmu, Mengikuti Langkahmu

Pacaran. Aku hampir tak pernah jomblo. Aku selalu butuh sosok lelaki yang bisa melindungiku. Antar jemput saat aku pergi. Menemani saat aku sepi. Bertanya saat aku tersesat. Berbagi saat aku ringkih. Saat putus, butuh waktu untuk aku move on. Lama untuk aku menyembuhkan luka. Panjang untuk aku melupakannya. Meski biasanya selalu aku yang mutusin mantan-mantan pacarku terlebih dahulu.

Yang paling terakhir, aku pacaran dengan sosok seorang aktivis dakwah. Bagaimana bisa ia jatuh ke dalam lubang maksiat bernama pacaran? Dengan aku yang begitu awam. Mungkin aku memang menarik? Atau akulah iblis penggoda yang jitu? Setahun lamanya aku menjalani hubungan dengannya. Dalam sebutan hubungan tanpa status.

Berbeda dengan mantan-mantanku yang lain. Pacaran dengannya hanya sebatas chatingan setiap hari. Isi chatingan kami kebanyakan hal-hal positif. Meski tetap ada sedikit gombal darinya yang membuatku klepek-klepek. Bahkan tak jarang ia menasehatiku dan memberikanku semangat. Pernah sesekali bertemu dan jalan berdua, namun dengan jarak, tanpa sentuhan. Aku merasa nyaman dengannya.

Satu tahun berlalu. Suatu hari, saat kami sedang jalan berdua, kami kepergok oleh guru ngajinya. Tak lama ia dipanggil dan dinasehati. Sejak itu, ia menghilang tanpa kabar. Saat itu aku menulis puisi, untuk menggambarkan isi hatiku.

Ada yang hilang dari jiwaku
Saat aku telah memiliki
Kini aku tersesat mencarimu
Di laut yang dalam
Saat melintasi langit biru
Kini aku hilang tanpamu
Di tengah hutan rimba
Saat melintasi awan hitam

Rasa ini tak dapat ditebak
Aku juga tak tahu datang dari mana
Dan mengapa pergi begitu saja?
Di mana salahku?
Aku tak tahu, sampai kapan aku harus menangis karenanya...

Hingga suatu hari, ia datang ke kosanku sembari membawakan sebuah kado. Tentu aku sangat senang. Namun ternyata ia tak lama. Hanya sekedar mengantar kado, lalu pergi, tanpa banyak ucap. Saat kubuka, isinya adalah sebuah surat dan sebuah buku tulisan Ustadz Salim A. Fillah yang berjudul Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan. Isi suratnya membuatku kembali banjir air mata.

"Putri, maafkan aku yang telah khilaf
Mendatangimu adalah hal yang salah
Di waktu yang belum tepat
Putri, berhentilah menangis
Jangan sia-siakan air matamu
Hanya demi aku yang tak pantas untuk kau tangisi
Karena yang pantas menguasai hatimu,
Hanyalah Allah semata
Putri, buatlah bidadari surga cemburu padamu"

Tiga bulan aku menangis. Meratapi ia yang telah pergi. Namun aku juga refleksi. Bahwa jika aku ingin mendapatkan yang terbaik, aku pun harus jadi yang terbaik. Ia telah jatuh di jalan kelam, namun kini ia telah bangkit menuju jalan terang. Dan jika aku menginginkannya, aku pun harus mengikuti jejaknya. Jika kami memang berjodoh, cinta pasti bertemu kembali, meski aku dan ia terpisah oleh ratusan pulau.

Kini hari-hariku tak lagi sepi, meski tanpanya dan tanpa pacar. Karena aku memiliki banyak teman solehah yang selalu membantuku untuk menjaga hati. Menemani saat aku pergi. Menjengukku saat aku sakit. Meminjamkan pundak saat aku ringkih. Menjadi petunjuk saat aku sesat. Kini, masjid menjadi tempat tongkronganku bersama Al Quran. Majelis ilmu menjadi tempat yang selalu kurindukan.

#day24 #30dayswritingchallenge #30dwcjilid9 #squad7 #fightersquad7 #tulisanbertema #temajatuh #jatuh #fiksi #cerpen
Seen by Dewi Kusuma Pratiwi at 6:27pm