About me

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Instagram: @dewikusumapratiwi Facebook: https://www.facebook.com/dewi.kusumapratiwi

Minggu, 14 April 2013

Setapak Jejak Kesuksesan

Menjelang SNM-PTN, setelah UN dan UAS, aku memilih tempat belajar untuk persiapan SNM-PTN.
Ada tempat bimbel yang terkenal se Indonesia tapi karena kelasnya banyakan, aku tidak memilihnya karena memang aku agak susah belajar rame-rame. Ada sih program intensifnya, tapi bayarnya 12 juta. haha. Gak mungkin lah aku 'nyekik' orang tuaku.
Ada suatu bimbel baru yang unik, tempatnya unik dan belajarnya intensif dan bisa privat 24 jam. Itulah yang aku cari. Apalagi, lulusannya pasti dapetin PTN (ya iyalah, siswa-siswi nya emang dasar pinter, dari SMA favourite sebelah semua). Nah, saat itu aku mupeng banget pengen les di sana, apalagi temennya sama anak sekolah itu semua. Namun ternyata, Tuhan tidak mengizinkanku les di sana, jadwalnya gak cocok dan kelas yang jadwalnya cocok udah penuh. Emang 1 kelas cuma dibatesi maksimal 8 orang.
Akhirnya ada 1 pilihan lagi di suatu bimbel yang lumayan unik juga, yang saat itu visinya menggambarkan target menuju Universitas yang aku impikan. Aku ngambil paket intensif SNM-PTN, cuma sebulan belajar di sana.
Yup, di sana aku bayar tidak terlalu mahal namun dengan fasilitas maksimal. Ada perlakuan spesial untuk siswa spesial. Haha, narsis. (^_^)v
Karena udah gak sekolah lagi, kami belajar intens dari jam 8.30-11.00 setiap hari Senin-Kamis. Namun aku selalu stand bay di sana dari jam 7 pagi (saat bimbel dibuka) sampai maghrib. Bahkan di hari Jum'at dan Sabtu pun. Di sana aku memanfaatkan fasilitas yang ada, hunting kakak2 yang kosong yang ada di sana saat itu buat ngajarin aku. Di sana aku juga belajar mandiri. Aku banyak ngobrol sama kakak2nya, ngobrolin soal pengalaman kuliah, pengalaman di kampus, bahkan ngobrolin soal sistem dari bisnis bimbel itu sendiri. Haha. Dengan kurang dari 1 juta, aku mendapatkan banyak ilmu yang luar biasa. Ditambah lagi, aku sering ditraktir makan siang, berapa kali ya makan pizza hut dalam sebulan itu? :-P Selain itu, aku juga mendapatkan banyak wawasan tentang islam, tentang tarbiyah (pendidikan) islam. Di sana, selalu dibiasakan untuk shalat tepat waktu, banyak dikasih nasehat dan tausiyah. Selain itu, aku bisa make pakaian kayak sekarang karena something yang aku dapet dari sana. Subhanallah banget lah kakak-kakaknya. :-)
Les di sana kayaknya aku dapet cash back lebih dari yang aku bayar deh. :-P
Wah, promosiin gak ya nama bimbelnya apa? :-P
Masuk ke cerita inti:
Kelasku isinya anak-anak gaul sekolahku dan sekolah sebelah (anak internasional semua lah, sedangkan aku hanyalah siswi biasa dari SMA yang lebih biasa. hehe).
Ada seorang temen yang sangat menginspirasiku. Dia ganteng, tinggi, putih, pinter dan dia adalah seorang model. Dia sangat bercita-cita untuk menjadi pilot. Saat yang lain masih sibuk persiapan UN dan UAS, dia udah berjuang buat dapetin suatu akademi pilot terkenal di Indonesia. Kayaknya gak cuma satu tapi yang paling heboh tuh yang di sana itu, yang tesnya panjang banget. Dia mengikuti rangkaian tesnya yang sangat banyak dan panjang itu dengan penuh perjuangan dan pengorbanan, membagi waktu antara sekolah, karir, dan perjuangannya untuk mendapatkan akademi tersebut. Sampai dia berhasil lolos tingkat provinsi. Kecerdasan otak, fisik, mental, dan waktu, semuanya diuji. Sempet masuk asrama juga kayaknya. Sampai pada saat (setelah UN juga kayaknya, pokoknya mah dia berbulan-bulan mengikuti rangkaian tes masuk akademi tersebut), dia mengikuti ujian terakhir kedua, yaitu tes tertulis. Dia berhasil meraih prestasi hasil tes "terbaik di seluruh Indonesia". Sangat optimis masuk. Kami pun sebagai teman turut mendo'a dan ikutan optimis kalau dia bakal diterima.
Karena kehecticannya mengikuti rangkaian tes tersebut, dia agak mengabaikan persiapan SNM-PTN. Hingga H - sekian pendaftaran SNM PTN, dia dinyatakan gagal dari tes masuk akademi perpilotan tersebut. Karena apa? Karena saat tes jongkok, dia gak bisa. Iya, gara-gara gak bisa jongkok, dia gagal. :'-(
Semua pun ikut bersedih...
Namun hebatnya dia, dia sangat tegar dan tetap ceria. Aaaaaa, ****.... >_< Pengen banget nyebut namanya tapi belum izin sama orangnya. hehe. Di saat temen-temannya yang gagal menangis, dia tetap tegar. Ya, bayangin aja berbulan2, membagi fokus juga buat UN dan UAS, belum juga dia tetep rajin les buat persiapan SNM-PTN meski dia nampak tidak maksimal waktu itu (wajar, skala prioritas).
Entah apa yang dia rasakan sebenarnya tapi kalau aku jadi dia, kayaknya bakal speechless banget. Hingga hari H terakhir pendaftaran SNM-PTN. Saat itu pun aku daftar SNM PTN di hari terakhir pagi karena selama ini galau milih jurusan selain FK **. Itupun, pas di UI Salemba (tempat daftarnya di sana), aku masih sempet nelpon kakak mentor buat minta pertimbangan fix. Akhirnya kupilihlah pilihan keduaku, FMIPA ITB dengan maksud dan tujuan, kalau aku diterima di pilihan kedua, aku mau belajar basic science di sini (kan di ITB ada TPBnya di tingkat I --> belum masuk jurusan, masih di Fakultas buat nguatin basic science) supaya tahun depan bisa ikutan ujian masuk FK ** lagi. :-) (masih gak nyerah saat itu)
Siangnya, pulang dari Salemba, temen aku tadi nelpon, minta pertimbangan ikutan SNM-PTN atau enggak. Dia galau karena persiapan SNM PTN nya gak maksimal. Yaaaaaahhhhh, ****... -_- Dengan sangat pasti, aku sangat mensupport dia untuk nerjang aja (ikutan). Aku ngasih semangat (aku lupa sih kata2nya) tapi intinya, dia kan cukup pinter di sekolah, udah belajar juga, udah ikutan les juga, meski gak maksimal tapi coba aja kali. Masalah hasil mah, Tuhan yang menentukan. Dan akhirnya dia ikutan. :-)

Temen aku yang satu lagi dari kelas internasional suatu SMA sebelah. Dia punya cita-cita yang tinggi juga.
Pilihannya: 1. Kedokteran **; 2. Manajemen **; 3. Manajemen ***** (salah satu kampus besar juga)
(kalau gak salah bener, haha, lupa lupa ingat)
Ada hal-hal yang nyambung kalau ngobrol sama dia karena ada cita-cita yang sama: "kuliah di kedokteran ** --> jadi dokter --> bangun rumah sakit". Kenapa harus di **? Ada lah alasannya.
Bedanya kalau aku pengen jadi dokter spesialis penyakit dalam, sedangkan dia pengen jadi dokter jantung.
Dia anaknya lucu dan unik.
Kan idealnya dengan cita2nya yang tinggi itu, dia harus berjuang keras juga. Namun (dunia memang tidak ideal, haha), di tempat les, dia terkenal sangat malas. Sampai mentornya pada stress nasehatin dia buat belajar. Aku gatau sih dia kalau di rumah belajar atau gak tapi saat itu emang terkesan 'males' dan kalau ujicoba hasilnya bukan yang paling tinggi juga kok. (hehe, peace sob. ^_^v)
Namun, dia punya keyakinan yang luar biasa. "Nothing impossible and impossible is nothing". Kata-kata itu seperti melekat erat dalam jiwanya, seakan-akan menjadi suatu kekuatan utamanya.
Ketika dinasehatin kakak mentor, ketika 'diomelin' seorang kk mentor yang agak 'cerewet' karena sayang (siapa ya? :-P), dia selalu menjawab dengan jurus itu. Dan seakan-akan dia berani jamin kalau dirinya bisa membuktikan kata-kata "Nothing impossible and impossible is nothing".
Suatu hari, ketika pengumuman hasil SNM-PTN, masing-masing update status tentang diterimanya di kampus mana. Temenku yang pertama tadi akhirnya diterima di suatu kampus besar juga di Bogor. #upz, disebut.
Lumayan kan, dengan usaha dia yang minim dia dapet di sana, sama kayak seorang juara kelas kita di sekolah lah, meski beda jurusan. :-)
Dan, temenku yang satunya lagi, update status gini, "gue bangga diterima di manajemen *****, tapi gue lebih bangga nolak manajemen *****".
Yah, dia berhasil diterima di Manajemen ***** namun dia memutuskan untuk tidak mengambilnya. Dia lebih memilih suatu Universitas Bisnis & Manajemen swasta di Jakarta yang katanya lebih bagus dan kayaknya sih emang lebih mahal. (Tapi kayaknya masih bagusan SBM ITB deh :-P (arogansi kampus) Haha, peace ^_^v)
Iya, kayaknya memang lebih bagus jurusan manajemen di kampus itu daripada manajemen *****. Katanya sih sistem dan linknya yang membedakan.
Hari berikutnya setelah pengumuman, kami kumpul-kumpul, ceritanya acara perpisahan pribadi (karena di bimbel pun ada acara perpisahannya). Waktu itu kami mau makan-makan di Taman Anggrek, namun sebelumnya kami mampir dulu ke bimbel buat sungkem sama kakak2 mentornya. :-)
Sangat wajar, kami sangat disambut dengan bangga oleh kakak-kakaknya. :-D
Dan dia bilang, "tuh kan kak bener apa kata saya, nothing impossible and imposssible is nothing". Yah, kali ini kakaknya 'kalah' dengan bangga karena adhiknya berhasil dapetin jurusan oke di  PTN besar. :-)

Dari temenku yang pertama, aku belajar tentang kerja keras. Dari temenku yang kedua, aku belajar tentang kekuatan keyakinan (optimisme). Meski aku pun dulu melakukannya, namun di tengah2 kehectican banyak hal yang ingin aku kejar saat ini, mereka mengingatkanku tentang itu.
"Kunci keberhasilan adalah kerja keras dan keyakinan", ditambah kunci kesuksesan yang aku alami saat itu: USAHA + DO'A = BERHASIL. Yup, banyak cara untuk sukses, namun kunci dari kesuksesan itu sendiri sudah ada dan tinggal dilaksanakan.

Dalam kondisi saat ini, aku diingatkan oleh seorang kakak mentor. Beberapa waktu yang lalu pas pulang ke Jakarta, aku main ke tempat les sekalian nganter adhikku (kebetulan adhikku sekarang sedang les di sana) dan ketemu salah beberapa kakak. Nostalgia, berbagi cerita. Kakak2nya udah pada nikah bahkan ada yang anaknya udah mau TK. :-) Kondisi ruangan, desain dan jargon di sana telah banyak berubah. Cukup inovatif kok.
Saat itu aku bercerita, "kak, aku habis naik gunung loh bareng temen2 kampus. Terus pas di tengah jalan kami kehujanan. Saat itu lemes banget. kedinginan, dan aku sering jatuh, tapi karena aku merasa temen2ku juga susah, aku mencoba kuat dan bertahan. Alhamdulillah pulang dengan selamat. :-) "
Seriusan, saat itu lagi murni cerita tentang itu. Tentang pengalaman di kampus tapi kakaknya nanggepin gini, "Dewi dari dulu gak berubah ya? Kuat dan selalu optimis". Cukup seperti mendengarkan sesuatu yang baru, "ah, masa sih kak?"
"Iya, Dewi tuh kalau punya keinginan, selalu berusaha keras untuk mencapainya, pantang menyerah meski orang sekitar bilang gak mungkin. Waktu dulu gak bisa ini-itu, Dewi paling bawel buat nanya dan selalu berusaha keras untuk bisa. Dewi juga paling kekeuh buat dapetin apa yang dimau". (Eh, jadi inget, kenapa sekarang aku masih juga di ITB dan saat tahun kedua memutuskan untuk tidak mengikuti ujian masuk FK ** lagi karena alasan yang besar, semoga next bisa sharing cerita)
Masih juga merasa baru, "ah, masa sih kak?"
Lalu berpikir, oh iya ya dulu aku gitu? Tapi kenapa sekarang kayak gini? "Nothing impossible and impossible is nothing Dewi, selama kita berusaha maksimal dan berdo'a!" >_<
Hmmm, aku sangat bersyukur aku telah diingatkan Allah melalui itu dan memang harusnya saat ini aku seperti dulu yang selalu optimis, kerja keras dan berazzam kuat.
Pas banget, reminder itu ada saat aku sedang sangat membutuhkannya. Saat itu aku sedang banyak masalah banget. Juga untuk saat2 ini. Alhamdulillah. :-)
Makasih kak...

Makasih juga buat 2 orang temenku yang sabi ini karena telah menginspirasi. Juga buat temen2 seperjuanganku yang lainnya, secara gak langsung, kalian menginspirasiku banyak hal. :-)
Serta untuk kakak-kakak yang selalu sabar dalam mengajari ilmu dan berbagi motivasi serta menginspirasi. Aku kangen banget sama kalian :-3
Saat ini, kalian pasti juga sedang berjuang. Ayo kita kerja keras dan saling mendo'akan,,, Semoga Tuhan menyertai langkah kita. Sampai jumpa di gerbang kesuksesan. :-D

In memory:
Perpisahan di PH, Taman Anggrek, Jakarta Barat
Dari kiri: Dewi, Hafish, Dhani, Azkya, Yodi
(Alhamdulillah, kami semua lulus PTN ^_^v)

Dari kiri belakang: Adis (65), Anis (78), Muti (78), Dewi (65), kak Yati, Gita (85), Vita (65), kak Penny, Tita (78), Dhani (78)
Dari kiri bawah: Aji (65), Yodi (65), (lupa seriusan, anak 85 kan), Iqbal (65), Pungky (65), Hafish (78)
Mereka semua kuliah di kampus2 oke loh :-P
Selamat dan sukses, teman2 :-D