About me

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Instagram: @dewikusumapratiwi Facebook: https://www.facebook.com/dewi.kusumapratiwi

Senin, 19 Desember 2011

Be your self and remember QS. Al-Baqarah (2:138)

Aku adalah seseorang yang berkepribadian Dominant-Infuencer-Complain. Kepribadian koleris membuatku menjadi seseorang yang selalu ingin berada di garda terdepan, menjadi sesuatu yang ada di depan, memulai, memaksa dan keras kepala. Karena kepribadian Influencer, aku adalah seseorang yang senang mengajak walaupun terkadang aku merasa lelah dengan orang2 yang susah diajak. Aku juga seseorang yang sangat ceria, namun terkadang aku bisa menjadi seseorang yang mudah menangis, mudah terbawa suasana dan mudah ditebak (ekspresif). Dan karena kepribadian melankolis (complain) itu, aku adalah seseorang yang sensitif dan mudah tersinggung. Ketika ada seseorang yang mengingatkanku, aku sangat senang dan bersyukur, tapi tanpa dusta, terkadang aku merasa "sakit hati". Sakit hati di sini lebih karena sensitifnya aku.

Beberapa waktu yang lalu aku diingatkan oleh seseorang yang sangat baik orangnya, sangat perhatian padaku dan tentunya sayang padaku karena ia adalah teman baikku dan juga saudariku. Pesannya berisi tentang sesuatu yang menyangkut tentang karakter diriku. Saat itu, respon spontanku adalah, "Oh, aku salah. Dia kan lebih tinggi ilmunya menurutku, mungkin memang dia benar" dan ketika itu aku langsung melakukan suatu perubahan yang membuat banyak teman2ku bingung. Ah, kata mereka aku malah jadi aneh, bukan seperti itu yang mereka inginkan dariku, dan aku sempat meninggalkan sesuatu yang yang seharusnya aku tetap di sana untuk melakukan banyak hal, untuk memberi banyak manfaat dan untuk mencapai visi misi yang selama ini aku tanam dan ingin aku raih.
Aku juga merasa, perubahan ini membatasi ruang gerakku, membatasi karyaku, dan membatasi kesempatan untukku mencapai tujuanku di semua ranah.
Aku, beberapa hari ini banyak mengurung diri dan merenungi, tapi ternyata memang aku tidak banyak gerak dan tidak banyak melakukan hal. Padahal seharusnya banyak yang harus aku lakukan dan bisa aku lakukan melalui potensiku itu.
Hari ini aku disadarakan oleh seorang kakak tingkat yang beliau insya Allah sevisi dan setujuan, hampir sepemahaman dan karakternya hampir sama denganku. Sepenglihatanku, beliau sangat hebat di bidangnya, sangat profesional di ranahnya dan beliau banyak memberikan manfaatnya, salah satunya dengan karakternya itu, "kesupelannya terhadap siapapun". Beliau adalah salah satu kakak yang aku kagumi selama ini, "akhwat super keren".
Beliau sangat menginspirasiku untuk lebih banyak belajar lagi tentang banyak ilmu, tentang hal yang seharusnya banyak kita pelajari mulai sekarang! Karena masa hidup kita di kampus ini sangat singkat. Banyak hal yang bisa kita lakukan di sini, "berkarya dan banyak memberikan manfaat; mengajak dan menginspirasi orang lain; belajar dan mencari pengalaman seluas-luasnya; dan memikirkan orang lain".
Menyangkut karakter, hari ini, aku menemukan tulisan dalam buku "Agar Bidadari Cemburu Padamu" karya Salim A. Fillah (yah, buku lama baru baca ya? iya, soalnya sejujurnya aku gak terlalu suka baca tapi aku sedang berusaha untuk cinta baca):
"Alangkah sunyi dunia jika semuanya seragam. Biarkan semuanya sesuai karunia karakter yang Allah letakkan pada diri kita. Maka akan tetap ada akhwat jago karate seperti Nusaibah binti Ka'ab yang melindungi Rasulullaah ke manapun beliau bergerak dalam perang. Akan tetap ada yang berkepribadian kuat dan pemberani seperti Ummu Hani' binti abu Thalib. akan tetap ada yang suka bermanja dan ceria seperti 'Aisyah. Ada yang tetap bisa membentak dan tertawa terbahak seperti Hafshah. Akan tetap ada yang lembut dan keibuan seperti Khadijah."

Namun dalam buku tsb menjelaskan bahwa  karakter2 itu sebaiknya memang perlu kita "celup" dengan "celupan Allah" yang membingkainya menjadi sesuatu yang indah. Ia menjaganya untuk tetap menjadi kemuliaan di manapun, kapanpun sehingga memang perlu beberapa penyesuaian tertentu.
"Celupan warna Allah. Dan siapakah yang lebih baik celupan warnanya daripada Allah. Dan pada-Nya sajalah kami beribadah." [QS. Al-Baqarah (2:138)]

Yah,  aku memang masih dalam proses belajar dan sampai saat ini pun aku masih belajar dan harus lebih banyak lagi porsi belajarnya karena aku banyak tertinggal dari teman-temanku yang lain dan aku cukup bisa dibilang "lemot" dan "keras kepala" dalam materi2 aplikatif seperti ini.
Aku sangat bersyukur karena aku merasa Allah masih menyayangiku melalui teguran ini, peringatan ini, inspirasi ini, melalui mereka, sahabat2ku, kakak2 tingkatku, dan semua orang-orang di sekitarku. ^,^
Dan semoga Allah tetap dan selalu tetap menyayangiku, menyayangi mereka dan menyayangi semua orang-orang yang aku sayangi. aamiin. :-)

Jumat, 16 Desember 2011

Belajar Mencintai dan Memperhatikan

Beberapa hari yang lalu, aku membaca email dari salah seorang temanku. Isinya mp3 berjudul "Jessica".
Pada suatu malam, Budi, seorang eksekutif sukses seperti bisanya sibuk memperhatikan berkas-berkas pekerjaan kantor yang ia bawa pulang ke rumah karena keesokan harinya ada rapat umum yang sangat penting dengan para pemegang saham. Ketika sedang asik menyeleksi dokumen kantor tersebut, Putrinya, Jessica, datang mendekati, berdiri, tepat di sampingnya sambil memegang buku cerita baru. Buku itu bergambar seorang peri kecil yang sangat menarik perhatian Jessica.
"Pa, lihat, Jessi punya buku baru bagus deh." Jessica berusaha menarik perhatian ayahnya. Budi menengok ke arahnya sambil menurunkan kacamatanya. Kalimat yang keluar hanyalah kalimat basa basi, "wah, bagus ya Jes?" "Iya..." Jessica merasa senang karena ada tanggapan dari ayahnya. "Bacain Jessi dong, pa." pinta Jessica dengan lembut. "wah, papa sedang sibuk sekali nih, jangan sekarang deh." sanggah Budi dengan cepat, lalu ia segera mengalihkan perhatiannya pada kertas-kertas yang berserakan di depannnya. Jessica diam, tapi ia belum menyerah. dengan suara yang sedikit manja dan lembut, ia kembali merayu ayahnya. "Pa, mama bilang, papa mau baca untuk Jessi". "Lain kali Jessica, sana papa lagi banyak kerjaan nih!" Budi berusaha memusatkan perhatiannya  pada lembar-lembar kertas tadi. Menit demi menit berlalu. Jessica menarik nafas panjang dan tetap di situ. Berdiri di tempat dengan penuh harap dan tiba-tiba ia memulai percakapan lagi. "Pa, gambarnya bagus-bagus deh. Papa pasti suka." "Jessica! papa bilang lain kali!" Budi membentaknya dengan keras.
Kali ini Budi berhasil membuat Jessica mundur. Matanya berkaca-kaca dan ia bergeser menjauhi ayahnya. "Ia pa, lain kalia aja ya pa?" Ia masih sempat mendekati ayahnya dan sambil menyentuh lembut tangan ayahnya. Ia menaruh buku cerita si pangkuan sang ayah. "Pa, kalo papa ada waktu, papa baca keras-keras ya pa supaya Jessi bisa denger."
Hari demi hari berlalu, tanpa terasa dua pekan berlalu, namun permintaan Jessica kecil tidak pernah terpenuhi. Buku cerita peri kecil, belum pernah dibacakan bagi dirinya. Hingga suatu sore terdengar suara hentakan keras. Beberapa tetangga melaporkan dengan histeris bahwa Jessica kecil terlindas kendaraan seorang pemuda mabuk yang melajukan kendaraan dengab kecang di depan rumah Budi. Tubuh Jessica mungil terlempar beberapa meter. Dalam keadaan yang begitu panik, ambulance didatangkan secepatnya. Selama perjalanan menuju rumah sakit, Jessica kecil sempat berkata dengan begitu lirih, "papa, mama, Jessi takut. Jessi sayang papa dan mama." Darah segar terus mengalir dari mulutnya hingga ia tidak tertolong lagi ketika sampai di rumah sakit terdekat.
Kejadian hari itu begitu mengguncang hati nurani budi. Tidak ada lagi waktu tersisa untuk memenuhi sebuah janji. Kini yang ada hanyalah penyesalan. Permintaan sang buah hati yang sangat sederhana pun tidak ia penuhi. Masih segar terbayang dalam ingatan budi, tangan kecil anaknya yang memohon kepadanya untuk membacakan sebuah cerita. Kini, sentuhan itupun terasa sangat berarti sekali. Sore itu setelah segalanya berlalu, yang tersisa hanyalah keheningan dan kesunyian hati. Canda dan riang Jessica kecil, tidak akan terdengar lagi. Budi mulai membuka buku cerita peri kecil yang diambilnya perlahan dari onggokan mainan jessica di pojok ruangan. bukuya sudah tidak baru lagi, sampulnya sudah usang dan terkoyak. Beberapa coretan tak berbentuk menghiasi lembar-lembar halamannya seperti sebuah kenangan indah dari Jessica kecil. Budi menguatkan hati dengan mata yang berkaca-kaca. Ia membuka halaman pertama dan membacanya dengan suara keras. tampak sekali ia berusaha untuk membacanya dengan keras. Ia terus membacanya dengan suara keras-keras, halaman demi halaman, dengan berlinang air mata. "Jessi, dengar! Papa baca buatmu, nak." Selang beberapa kata, hatinya memohon lagi, "Jessi, papa mohon ampun nak, papa sayang sama Jessi." Seakan setiap kata dalam bacaan itu begitu menggores lubuk hatinya.
Tak kuasa menahan sakit, budi bersujud dan menangis, memohon kepada Tuhan untuk diberi satu kesempatan lagi untuk BELAJAR MENCINTAI.

Teringat ketika dulu aku mengabaikan panggilan orang tua karena padatnya amanah di kampus sehingga aku tidak sempat bertemu dengan ayahku di nafas terakhirnya. T_T

Ibroh yang bisa kita ambil dari kisah ini:
1. Perhatikanlah keluarga kita!
--> sesibuk apapun urusan kita, sempatkan setiap hari untuk menghubungi keluarga, minimal sms untuk sekedar menanyakan kabar atau meminta do'a kepada orang tua. Dan perhatikanlah keluarga kita!
 “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)

2. Perhatikan orang-orang terdekat kita dan orang-orang di sekitar kita!
--> lihatlah walau hanya dengan "melirik" tentang kondisi orang-orang terdekat kita, maupun orang-orang di sekitar kita, minimal mengetahui keadaan fisiknya (apakah dia sehat?) walaupun tidak selalu kita bisa menyimpulkan dengan benar apakah orang yang kita perhatikan tersebut sedang sehat atau tidak, sedang bermasalah atau tidak, dan sedang membutuhkan bantuan kita atau tidak.
"...maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman”. (QS. Al-Anfal:1)
"Sesungguhnya mukmin itu bersaudara" [QS. Al-Hujuraat (49:10)]
"Tidak beriman seorang muslim itu sehingga dia mencintai saudaranya
sepertimana dia mencintai buat dirinya"
(HR Al-Bukhari)
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. At-Taubat:71)

3. Perhatikan amanah dan amalan yaumiyah kita!
--> sekecil apapun amanah yang kita ambil, kelak akan dipertanggungjawabkan. Dan sebanyak apapun amanah kita, perhatikanlah, terutama amanah yang diprioritaskan di paling terakhir.
 ”Dan (sungguh beruntung) orang-orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya, serta orang yang memelihara sholatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.” [QS. Al-Mu'minun (23:8-11)]
--> Perhatikan amalan yaumiyah kita! Kalau perlu, catat dalam buku / kertas muwashoffat.
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS. Al-Hasyr: 18)

4. Perhatikan pemimpin kita! (dimulai dari pemimpin dalam amanah-amanah)
--> “Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya” 
(H.R. Bukhari dan Muslim). Pemimpin2 kita juga manusia, mereka juga saudara kita. Mereka juga terkadang membutuhkan bantuan kita. Mereka terkadang butuh kita untuk mengingatkannya. Mereka terkadang juga butuh kepekaan dari kita untuk membantu menyelesaikan tugas2 dengan sebaik-baiknya.
Perhatikan posisi kita. Ketika kita menjadi staff, bayangkanlah,  bagaimana jika kita berada di posisinya (pemimpin kita)? apakah kita siap ditinggalkan staff2 kita untuk menanggung beban sendirian? Berusahalah untuk meringankan bebannya, semampu kita. Bantulah ia dengan apa yang bisa kita bantu.
"Barangsiapa melepakan kesusahan seorang mukmin di dunia, niscaya Allah akan melepaskan kesusahannya di akhirat. Barangsiapa memudahkan urusan orang yang dilanda kesusahan, niscaya Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa menutup cela seorang muslim, niscaya Allah akan menutup celanya di dunia dan di akhirat. Dan Allah senantiasa memberikan pertolongan kepada hamba-Nya selama ia memberikan pertolongan kepada saudaranya." (HR. Muslim)
Dan ingatkanlah dengan cara yang baik ketika ia bersalah.
"Serulah (manusia) kepada jalan Robb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…" [QS. an-Nahl (16: 125)]
"Mengatakan kebenaran kepada pemimpin yang bersalah merupakan sebuah kesetiaan dan menyembunyikannya merupakan sebuah pengkhianatan" (Abu Bakar Ash Shidiq) 

5. Perhatikanlah orang-orang yang kita cintai!
--> Lakukan yang terbaik apa yang bisa kita lakukan untuknya, seminimal-minimalnya adalah selalu menyertakannya dalam do'a2 kita. Bukankah salah satu do'a yang dikabulkan adalah do'a yang tidak diketahui oleh orang yang kita do'akan?
"Cinta itu memberi, bukan menerima", seperti yang dilakukan ibu dan ayah. Selalu lakukan yang terbaik untuk orang-orang yang kita cintai karena bisa jadi hari ini adalah kebaikan terakhir kita untuknya, bisa jadi hari esok kita sudah tidak dapat berjumpa lagi dengannya, tidak lagi mendengar suaranya, tidak lagi melihat senyumnya dan tidak lagi merasakan cintanya.
Tak ada yang abadi kecuali ALLAH.


Wallaahu 'alam bi showab.