About me

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Instagram: @dewikusumapratiwi Facebook: https://www.facebook.com/dewi.kusumapratiwi

Minggu, 16 November 2014

LDR, Terpaksa atau Pilihan?

LDR, membuat orang kudet menjadi cupdate, membuat orang chupu menjadi gaul, membuat orang kalem menjadi terlihat show off. Tidak. Mereka bukan bermaksud show off atau pamer penderitaan, tapi mereka hanya butuh berekspresi sesaat. Karena pada hakikatnya wanita itu butuh didengar, setelah itu sudah. Bahkan kadang dia lupa apa yg telah diceritakannya. Mereka bukannya lemah, bahkan sebenarnya mereka itu kuat. Kuat banget malah.

Sebelum ini, aku sering sekali mendengar dan membaca curhatan wanita2 LDR. Termasuk teman-teman dekatku sendiri. Saat itu aku hanya simpati dan dengan gampangnya bilang, "sabar ya sob. Kamu kan kuat, udah pernah melalui kesulitan2 sebelumnya". Nasehat dan hiburan standar. Tapi kini aku dapet pelajaran untuk merasakan apa yang mereka rasakan. Jangankan 2-6 bulan, 2 minggu aja berat, 2 hari pun sebenarnya terasa berat...
"Karena waktu terasa lama bagi orang yg menunggu". (Makanya cowok2 jangan suka ngegantungin atau bikin cewek menunggumu terlalu lama. "Nikah itu simple kok, kalo lo bener2 niat". #eh #salahfokus)

Ibuku juga pernah LDR dan sangat menyarankanku untuk tidak LDR. Katanya, meskipun harus terpaksa LDR, tinggal aja di rumah ibu atau mertua, atau nanti pas udah punya anak aja karena rasanya akan beda, ada hiburan. Beliau udah merasakan LDR pra dan pasca punya anak, bahkan bertahun2. Tanteku juga. Mereka tetap berharap aku tidak mengalami hal seperti mereka. Kalau kata orang Jawa lebih baik “mangan ora mangan sing penting ngumpul” (makan atau tidak makan yang penting kumpul).

Aku respect banget sama wanita2 yg LDR, meski terpaksa ataupun pilihan. Tapi aku rasa hampir tidak ada yg memilih untuk sengaja LDR. Keadaan yg membuat orang harus memilih LDR. Karena memang berat. Apalagi bagi wanita yg sudah berpasangan. Mungkin, untuk orang yg belum merasakan, akan berkata "ya'elah, dulu kan lo juga sendiri. Bisa tuh". Mungkin akupun termasuk yg berkomentar seperti itu. Tapi, ternyata memang beda ketika kita sudah menikah. Coba aja kalau mau. :-P

Kebetulan suamiku ada di bidang electrical engineering. Meski belum lulus, tapi sejak TA, alhamdulillaah selalu dilibatkan dalam proyek dosennya yang lumayan produktif. Tapi selama ini kebanyakan kerjaannya ngoding di lab PLN. Ke lapangan cuma sesekali. Selama nikah, baru 3 kali ditinggal. Pertama ditinggal 4 hari ke Chevron di Duri, Riau, tapi waktu itu aku masih bisa pulang ke Jakarta jadi ga terlalu kesepian. Kedua ke PLN Pekanbaru, Sumatera. Cuma 2 hari sih, tapi itu perdana aku harus tetep stay di Bandung karena aku juga banyak urusan. Sedangkan aku type orang yang gak bisa tinggal sendirian malem2 sejak dulu sebelum nikah.

Sekarang ke Total, Balikpapan, Kalimantan Timur. Yang ini sih kemarin bilangnya seminggu, tapi ternyata ada kendala di sana sehingga harus nambah waktu lagi. Kali ini posisi beliau bukan lagi sebagai follower dosennya kemudian kerjaannya cuma ngoding seperti kemarin2, tapi beliau punya peran baru yang cukup berat, yaitu sebagai manager tim. Sebelum berangkat, nama beliau didaftarkan sebagai electrical engineer expert. Ternyata itu bukan jabatan untuk sekedar gaya2an. Tugasnya berat untuk porsi mahasiswa tingkat akhir. Di sana beliau ditinggal dosennya pulang ke Bandung, sehingga beliau diposisikan sebagai manager tim dalam proyek besama PT Total E&P Indonesie, yg harus tau banyak hal yang berkaitan dengan pekerjaan mereka, memimpin tim yang isinya orang2 yang lebih berumur dari beliau, bertanggung jawab atas timnya, menjadi pusat bertanya (baik timnya maupun orang2 dr PT Total sendiri), bahkan harus sering rapat bareng bos2 di PT Total, di sana disejajarkan dengan mereka sehingga jika beliau ditanya2 harus mampu menjawab layaknya seorang profesional di bidang electrical engineering. Juga banyak sekali pekerjaannya yang lain. Sampai2 hampir setiap hari tidur menjelang pagi karena harus banyak belajar setelah pulang kerja. Subuh bangun, persiapan dan kembali lagi bekerja.

Di satu sisi aku sedih karena harus LDR dan jarang dihubungi. Jarang ditelpon, komunikasi whatsapp juga sering searah karena saat beliau whatsapp, aku sudah tidur. Saat aku bales, paginya beliau udah sibuk lagi. Apalagi waktu di sana satu jam lebih cepat dari di sini. Tapi di sisi lain, rasa sedihku telah dikalahkan oleh semangat beliau yang luar biasa dan rasa syukurku karena suamiku dikasih kepercayaan yang besar. Apalagi orang Total sempet ga percaya kalau beliau masih mahasiswa tingkat akhir dan langsung menawarkan jabatan di PT Total E&P Indonesie pasca lulus dari ITB nanti.

Bulan lalu aku ikut seminar bertema "Women in Science, Engineering and Technology" (notulensi belum diposting) dan aku berkesimpulan: aku tidak ingin bekerja di bidang hard science/engineering (meski gatau jalan yang dikasih Allaah nanti gimana). Namun aku sangat salut dengan wanita2 luar biasa yang mengisi seminar tersebut. Mereka adalah para engineer terutama yang bekerja di bidang oil and gas, dan akademisi yang aktif proyek di lapangan / hard science. Mereka wanita2 strong (lahir-batin) yang bekerja seporsi dengan laki2, mereka LDR dengan suami serta keluarganya, bahkan mereka menjadi "bang toyib" yang jarang pulang menemui anak dan keluarganya. Sampai anak mereka diurus pembantu / baby sister. Gaji mereka memang sangat besar, fasilitas mereka memang terlihat wah, meskipun aku sangat salut dengan kestrongan mereka, tapi aku tidak ingin seperti mereka. Ini hanya soal pilihan.

Di hari yang sama, aku ikut kajian "Sistem Pendidikan Khilafah" dan "Peran Wanita dalam Islam". Tentang sistem pendidikan yang ideal, di mana sistem pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan sistem lain. Tentang peran wanita. Bahwa wanita berperan penting dalam mencetak generasi2 terbaik dan negara yang madani. Dari wanita muncul pemimpin yang akan menjadi pemimpin dan mensejahterakan umat.
Pendidik. Bukankah 4 wanita terbaik yang dijamin masuk syurga (Khadijah istri Muhammad, Fathimah putri Muhammad, Asiyah istri Fir'aun, dan Maryam ummu Isa) itu adalah seorang ibu dan pendidik?

Peran wanita sangat penting dan tanggung jawabnya sudah cukup berat. Namun, materi "Woman in Science, Engineering and Technology" tidak juga langsung menguap. Jika digabungkan, maka aku berkesimpulan, "setiap dari kita memiliki peran pada setiap bidang keprofesian masing2". Ilmu science, engineering and technology itu hukumnya fardhu kifayah, maka bagi yang menuntut sebaiknya memberikan kontribusi untuk umat/masyarakat melalui keilmuannya. Namun, wanita jangan pernah melupakan hakikat dan peran utamanya.

Itu juga salah satu alasan aku dan suami memilih untuk tidak punya anak dulu dalam waktu dekat ini karena kami ingin ketika punya anak, saat itu aku sudah bisa fokus dengannya. Kalaupun saat nanti aku sibuk dan harus menggunakan baby sister, aku mau mereka selalu ada di bawah pengawasanku. Saat ini aku masih ingin banyak mencari pengalaman. Mumpung masih muda. :-D Lagi2 ini soal pilihan.

Kembali lagi tentang LDR, kalau disuruh milih, tentunya aku tidak ingin LDR. Aku yakin, suamiku pun demikian. Hidup bersamanya membuatku terbiasa untuk hidup sederhana. Jika ingin demikian, maka banyak jalan mudah. Salah satunya, jadi PNS, gaji cukup, aman. Tapi kami sevisi untuk tidak hidup "selalu mencari aman", untuk tidak hidup "biasa2 saja". Mungkin kami mampu hidup sederhana, tapi orang sekitar kita belum tentu. Banyak yang menanti uluran tangan kita. Yah, apapun itu, aku sudah mulai terbiasa menghadapi konsekuensi dari setiap yang kami pilih insyaa Allaah. Bismillaah.

Kemarin pas lagi galau2nya, baca tausiyah ini, rasanya pas sekali:
"Kehidupan seorang mu'min tidak akan sunyi dari ujian: rasa sakit, kegelisahan, kegagalan, fitnah, dan musibah lainnya. Tidak ada auliyâ' menjadi auliyâ' kecuali telah mengalami berbagai hantaman hidup yang berat sebab hanya dengan itulah hamba Allâh naik derajatnya menjadi mulia. Tetapi hati harus siaga untuk memahami rasa pahit sebagai manisnya ujian, kerasnya pukulan sebagai latihan, kerasnya hidup sebagai kelembutan dari Allâh. Kesiagaan hati itulah yang kita mintakan. Yâ hayyu yâ qayyûm...lâ ilâha illa anta".
~Ustd. Mohamad Ishaq