Sahabat, ketika aku mulai belajar islam, pelan dan perlahan, aku merasakan kenikmatan-kenikmatan di dalamnya. Indahnya islam dengan segala aturan / syari'at dan ukhuwah(persaudaraan)nya, yang tidak sebanding dengan apapun. Aku sangat bersyukur ketika aku diberikan hidayah untuk menjalankan syari'at islam, satu per satu, karena belum tentu semua orang merasakannya. Aku juga bersyukur ditempatkan di tempat yang "cukup kondusif" seperti di sini. Hingga sekarang pun, aku masih dalam proses belajar dan aku merasa aku belum kaffah (menyeluruh) dalam berislam sehingga aku harus belajar lebih banyak lagi dan beramal lebih giat lagi. Mungkin, ini adalah alasan mengapa rasulullah saw dulu mengajarkan ilmu akidah saja sampai puluhan tahun kepada para sahabatnya, itu saja untuk level para sahabat rasul. Lalu untuk aku dengan segala keterbatasan & kekuranganku, butuh berapa puluh / ratus tahun lagi? Entah, aku hanya bisa berusaha semampuku.
Menuntut ilmu itu aku ibaratkan dengan mendaki puncak gunung. Kita tidak bisa melakukannya dengan sendiri. Kita butuh teman. Kita memiliki cita2 besar, yaitu mencapai puncak. Pada saat mendaki, kita akan menemukan banyak rintangan yang "memaksa" kita untuk survive (bertahan) dan kitapun harus tetap memperhatikan teman-teman kita. Kita akan saling menjaga dan saling menolong. Rintangan dan cobaan itu bentuknya bermacam-macam: batu-batuan terjal, jalanan yang licin, binatang buas di sekitar, hujan, badai angin, dan lain-lain.
Ketika sudah sampai di pertengahan pendakian, sangat wajar jika kita merasakan kelelahan. Di sanalah keistiqomahan kita akan diuji. Apakah kita akan melanjutkan pendakian, atau akan kembali turun ke bawah. Dan mungkin saja akan ada rintangan atau cobaan yang melanda, misalnya kita kepeleset, digigit ular, kejatuhan batu dari atas, atau yang lainnya sehingga kita dapat terjatuh atau menggelinding ke bawah. Di sanalah peran teman kita atau peran kita sebagai teman.
Mengutip dari film 5 cm, ketika Genta mengingatkan teman-temannya bahwa kalau merasa lelah, bilang saja, satu lelah semuanya berhenti & istirahat. "Pendaki gunung itu gak boleh gengsian. Banyak pendaki yang berguguran di tengah jalan karena gengsi". (mungkin redaksinya gak sama persis, tapi inti yang ingin aku ambil seperti itu).
Begitu juga dalam menuntut ilmu, ada kalanya kita merasa jenuh atau kecewa, maka godaan-godaan akan berdatangan. Jika rasa lelah atau rasa kecewa itu kita pendam sendiri sehingga membuat kita mencari pelarian yang dapat melanggar syari'at islam, maka ibarat kita digigit ular namun diam saja, atau kita ditimpa batu namun kita tidak teriak mengadu sehingga teman-teman kita tidak akan mengetahui kalau kita saat itu sedang membutuhkan bantuan. Jika luka itu kita diamkan berlama-lama, maka akan terjadi infeksi /penyakit dan kita tidak akan kuat lagi melanjutkan perjalanan, bahkan mungkin kita bisa mati (gugur). Pun kalau kita hanya jatuh, maka akan sulit untuk bangun kembali, tanpa teman.
Akan terasa berbeda jika kita baru memulai langkah untuk mendaki gunung, kita akan bersemangat menuju puncak karena kita belum melewati rintangan-rintangan dan cobaan-cobaannya. Maka, perbaikilah, perkokohlah dan luruskanlah niatmu dari sekarang. Kuatkanlah prinsipmu dari sekarang.
"Istiqomahlah kamu yang sedang belajar, belajar tentang kebenaran".
Istiqomahlah kamu yang sedang berjuang, memperjuangkan kebenaran.
Karena pengalaman perdana naik itu terasa lebih mudah daripada ketika harus naik lagi setelah terjatuh.
Walaupun, dengan sering jatuh, kita akan merasa lebih kuat. Itu juga jika kita sanggup untuk bangun kembali. Tidak mustahil jika kita tidak akan pernah bisa bangun kembali atau saat itu kita telah mati (gugur).
Pada dasarnya, jika seseorang yang berada di ketinggian yang telah dilaluinya dalam waktu
yg tidak singkat dengan penuh perjuangan, lalu ia terjatuh, maka akan sangat sulit untuk ia naik
kembali bahkan untuk bangkit sekalipun. Ia harus memiliki mental yang kuat dan jiwa yang tegar. Seandainya ia mampu naik
kembali, ia akan melalui beberapa proses yg sangat berat: bangun dari
jatuhnya, mengobati luka-lukanya, belajar berdiri dan berjalan, menunggu
lukanya hingga sembuh atau minimal merasa telah baikan, baru ia bisa memulai melanjutkan perjalanannya kembali. Penuh
perjuangan dan air mata. Berat.
Bersyukurlah yang sedang belajar dalam kebaikan. Istiqomahlah dan teruslah berusaha naik, jangan sampai terlena dan terjatuh karena keindahan sekitar.
Istiqomahlah kamu yang sedang belajar memakai kerudung (QS. An Nur:31),
istiqomahlah kamu yang sedang belajar memakai jilbab (QS. Al-Ahzab:59),
karena banyak yang
melepasnya.
Dan ketika sudah lepas, sulit sekali untuk memakainya kembali.
Istiqomahlah kamu yang sedang belajar tentang arti dari "hijab" (hijab dalam arti sesungguhnya, yang bukan hanya sekedar batasan pakaian, namun juga meliputi hati dan jiwa),
istiqomahlah
kamu yg sedang belajar tentang "tazkiyatun nafs" (penyucian jiwa),
karena sekalinya
terjerumus, sangaaaaaaattttttttttt sulit untuk menatanya kembali.
Menyatukan kembali piring kaca yg telah pecah itu jauh lebih sulit
daripada berhati-hati dan menjaganya supaya tidak pecah atau dipecahkan
orang lain. Karena sekalipun piring pecah itu dapat disatukan kembali dengan lem termahal sekalipun, maka
tidak akan pernah bisa sesempurna sebelumnya. Akan ada bekas yang sulit dihapuskan.
Istiqomahlah sahabat...
Karena aku di sini berbagi pengalaman, aku di sini mencintaimu, maka aku tidak ingin kamu terjatuh di lubang yang pernah aku rasakan.
Luruskan kembali niatmu, sahabat; kuatkanlah prinsipmu; lalu istiqomahlah, meski jalan ini berat...beraaaaatttttttt sekali bahkan.
Yakinlah, di depan sana ada puncak indah yang menantimu. :-)
note: ilmu di sini bisa diluas-artikan dengan dakwah atau jihad di jalan Allah.
Allaahu 'alam bish shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar