Aku menuliskannya ketika rindu ini memuncak. Ketika aku tidak bersamanya, terpisah beratus-ratus kilometer jarak. Beliau sedang di luar Jakarta dan aku sedang sakit di sini. Bukan karena beliau meninggalkanku dalam keadaan seperti ini tapi karena memang ada keperluan yang harus beliau selesaikan di luar kota selama 3 hari ini. Aku sangat merindukannya dan aku berharap Allah memberikan kesempatan untukku dapat bertemu dengannya lagi karena belum ada yang aku lakukan untuknya selama ini kecuali segunung dosa, kesalahan, dan kekecewaan. T_T
Katanya ibu sampai Jakarta besok pagi dan aku berharap aku bisa memeluk dan menciumnya kembali sama seperti sebelum beliau berangkat. T_T
Ibu pernah menyanyikanku sebuah lagu (aku tak apal liriknya tapi coba aku search dulu).
kau mau apa, pasti kan ku beri
kau minta apa, akan aku turuti
walau harus aku terlelah dan letih
ini demi kamu sayang
aku tak akan berhenti
menemani dan menyayangimu
hingga matahari tak terbit lagi
bahkan bila aku mati
ku kan berdoa pada Illahi
tuk satukan kami disurga nanti
taukah kamu apa yang ku pinta
disetiap doa sepanjang hariku
Tuhan tolong aku, tolong jaga dia
Tuhan aku sayang dia
aku tak akan berhenti
menemani dan menyayangimu
hingga matahari tak terbit lagi
bahkan bila aku mati
ku kan berdoa pada ilahi
tuk satukan kami disurga nanti
(Tuhan tolong aku juga jaga dia, Tuhan akupun sayang dia)
aku tak akan berhenti
menemani dan menyayangimu
hingga matahari tak terbit lagi
bahkan bila aku mati
ku kan berdoa pada ilahi
tuk satukan kami disurga nanti
(Lirik Lagu Wali - Doaku Untukmu Sayang)
Dan ibu gak hanya menyanyi tapi selama ini beliau selalu membuktikannya. Selama aku hidup bahkan mungkin sebelum aku ada.
Ibu, yang selama ini berjuang keras untuk anak-anaknya. Berjuang mati-matian untuk aku, Ridwan, dan Dikky. Ibu seorang single parent. Sejak ayah meninggal, ibu melakukan perannya sebagai ibu, juga merangkap sebagai ayah. Bekerja keras membanting tulang untuk mencari nafkah keluarga sendirian, berkuat hati untuk mendidik kami bertiga sendirian, berkuat diri melindungi kami sendirian, menghadapi kejamnya fitnah dunia sendirian, dan menghadapi kerasnya cobaan hidup ini sendirian.
Ibu setiap hari harus mencari nafkah sendirian, mengerjakan proyek bersama teman-temannya bahkan hingga pulang malam. Padahal sangat bahaya bagi ia seorang wanita, apalagi ibuku cantik. Aku saja di Bandung selalu diingatkan teman2ku "jangan pulang malam, tidak baik untuk akhwat, bahaya!" dan nasehat2 tentang sebaiknya akhwat tidak pulang malam. Jika aku terpaksa pulang malam karena sesuatu yang mendesak, aku selalu diantarkan pulang oleh beberapa teman ikhwan. Sedangkan ibuku? Siapa yang mengantarnya? Kalaupun diantar temannya, ah, temannya laki-laki, nanti bisa jadi fitnah. Tapi kalau pulang malam sendirian, bahaya mengancamnya. T_T Tapi aku selalu berdo'a, supaya Allah selalu melindungi dan menaunginya.
Aku pernah ikut ibu ke tempat proyeknya, hm, memang kebanyakan temannya laki-laki karena memang proyek seperti itu biasa dilakukan oleh laki-laki. Dan memang membutuhkan waktu yang sangat lama dan tetap di sana hingga malam karena harus memantau pekerja-pekerjanya. Jika tidak beres, kerugiannya pun bisa dihitung dengan angka jutaan rupiah, lumayan untuk biaya kehidupan kami. Adikku belum cukup dewasa dan mengerti soal ini. Ridwan, walaupun dia sudah kelas 1 SMA, mengurusi dirinya sendiri aja terkadang masih perlu pantauan ibu, apalagi sampai ikut mengurusi urusan ibu. Sampai saat ini, dia belum bisa dikasih pengertian. Apalagi Dikky yang masih kecil dan manja (karena memang dia anak bungsu). Kuat tidak kuat, ibu harus melakukannya sendiri.
Ibu mendidik kami bertiga sendirian, mendidik kami yang masih kanak-kanak dan belum mandiri padahal usia kami sudah beranjak remaja bahkan dewasa. Terutama Ridwan dan Dikky, mendidik anak laki-laki pastinya tidak mudah. Ibu harus menyiapkan adik-adikku untuk menjadi seorang pemimpin, pemimpin bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya sekarang, bagi keluarganya nanti, dan bagi umat. Yang semua itu seharusnya dilakukan bersama ayah karena pastinya ayah lebih berpengalaman. Tapi bisa tidak bisa, ibu harus melakukannya sendiri.
Ibu harus berjiwa besar dan pemberani, untuk melindungi kami, untuk menghadapi cobaan-cobaan hidup, dan untuk menghadapi fitnah sendirian. Ketika kami takut, ketika kami sedih, ketika kami khawatir akan perjalanan hidup ini, ibu harus bisa melindungi, menenangkan, dan menghibur kami. Ibu selalu memberikan semangat untuk kami tetap bertahan, untuk tetap bertahan hidup dan untuk tetap bisa sekolah/ kuliah. Ibu juga menghadapi cobaan-cobaan dalam hidup ini sendirian, cobaan untuk keluarga, juga untuk dirinya sendiri. Ketika harus membiayai hidup dan sekolah kami bertiga, ibu memutar otak dan membanting tulang sendirian. Namun ibu selalu bilang, "pokoknya kalian harus tetap sekolah setinggi-tingginya!" Ketika kesulitan dalam mendidik anak-anaknya, ibu harus berkuat hati untuk tetap melakukannya dengan sabar sendirian. Ibu ingin anak-anaknya menjadi disiplin dan cekatan dalam segala hal. Dan terkadang kami bertiga masih sering bandel dalam hal ini. Ketika ada masalah-masalah lain yang menyangkut pribadinya yang terkadang bahkan sering ia menyembunyikan setumpuk masalahnya dan semua itu ditanggung sendirian. Bahkan ketika muncul fitnah-fitnah dari sekitar, fitnah bagi seorang single parent, ibu selalu menghadapinya dengan hati yang lapang, sabar dan ikhlas.
Ibu pernah mengeluh dalam tetesan tangisnya, mungkin ketika itu beliau merasakan puncak-puncaknya cobaan karena sangat jarang ibu mengeluh seperti itu, "coba ada ayah ya nak, mungkin gak akan seberat ini" T_T Aku hanya terdiam membisu karena aku merasa tidak solutif dan apa yang bisa aku lakukan untuknya? untuk sedikit meringankan bebannya? TIDAK ADA. Cobaan ibu terlalu berat dalam pandanganku, namun ibu selalu tampak kuat dan tegar. Ibu selalu menyembunyikan guratan kesedihan dalam wajahnya, ibu selalu menyembunyikan tetesan tangisnya. Beberapa kali aku memergoki ibu sedang menangis merintih mengadu ke Allah. Ternyata itu yang ibu lakukan setiap malam. Tapi di siangnya ibu selalu tampak seperti tidak ada beban sama sekali bahkan selalu tampak ceria.
Lalu apa yang sudah aku lakukan untuknya selama 21 tahun ini? BELUM ADA. T_T
Ibu yang selalu berusaha membahagiakanku, selalu bahagia ketika mendengar aku bahagia, ketika aku bercerita memiliki teman-teman yang dapat membahagiakanku, ketika aku mendapatkan sesuatu yang membuatku senang walaupun tidak pernah terbagi untuknya, dan ibu selalu ikut menangis ketika aku sedih dan terluka. T_T
Aku yang selama ini banyak memperhatikan sekitar tapi aku tidak tau persis apa yang ibu alami hari itu. Aku yang sering berbagi hadiah, tapi jarang aku memberikannya pada ibu, bahkan ketika miladnya pada tanggal 14 Februari kemarin, tidak ada sesuatu yang aku kirimkan untuknya kecuali do'a seperti yang biasa aku lantunkan setiap hari. Memang tidak ada budaya milad dalam islam, ibu dan ayahpun selalu mengajarkan itu selama ini. Tapi saat milad, bukankah biasanya ukhuwah meningkat? Yang putus menjadi tersambung kembali, yang renggang jadi erat kembali, yang biasa menjadi lebih dari biasa, yang sudah dekat menjadi lebih dekat lagi. Bahkan keesokan harinya ibu ke Bandung dan mentraktirku dan beberapa teman-temanku, untuk apa? Ternyata bukan dalam rangka miladnya tapi malah miladku yang padahal 2 hari sebelum miladnya. Aku pun belum menyiapkan kado untuknya saat itu padahal tepat pada tanggal 12 ibu memeberikan sebuah kado besar berisis sesuatu yang memang aku butuhkan saat itu. T_T Hingga pemberian kado untuk ibu aku tunda dan aku tunda lagi. Apakah ini juga yang diberikan ibu kepadaku? Menunda memberikan sesuatu yang sebenarnya tidak penting dan mungkin hanya akan membuatnya terharu sesaat. Ibu tidak melakukan ini padaku, bahkan hampir setiap hari ibu berusaha membuatku bahagia. Hingga baru beberapa hari yang lalu, aku pulang dan mengajaknya belanja dari hasil usaha kecil-kecilanku yang memang masih kecil juga hasilnya, aku sengaja menyisihkannya untuk membelikan ibu baju dan sendal. Dengan begitu saja aku sudah merasa bangga padahal mungkin itu tidak ada artinya untuk ibu.
Ibu, kasihnya tulus dan tidak pernah tergantikan, dengan apapun, sekalipun seluruh emas, intan, dan permata di dunia ini aku beli dan aku persembahkan untuknya, rasanya tidak cukup untuk mengganti apa yang telah beliau berikan padaku.
Sungguh, di sini aku ingin menceritakan tentang ibuku lebih banyak lagi, tentang detail penderitaannya, tentang detail perjuangannya, tentang detail pengorbanannya, tentang detail kasih sayang dan cintanya, tapi aku tidak akan sanggup. Selain panjang, aku juga tidak akan kuat hati menahan luapan rasa sedih dan perasaaan bersalahku. Begitu banyak dosa yang aku lakukan untuknya. Tapi begitu banyak kebaikan yang beliau berikan padaku. Semua ini tidak imbang, dan aku tidak adil. T_T
Namun dalam lubuk hatiku, tertulis namanya besar-besar setelah Allah dan Rasul-NYA. Dan aku ingin memberikan kado spesial untuknya dan ayah, yaitu syurga. Aku ingin tetap bertahan hidup dan menjadi sebaik-baiknya manusia, menjadi hafidzhah supaya aku dapat memberikan mahkota dan jubah terindah untuknya di syurga nanti. T_T
Bismillaah, ibu, ayah, nantikanku di batas waktu. T_T